Jumat, 10 Agustus 2018

USAHA IKAN NILA


ALIH USAHA DARI MAS KE NILA DINILAI MENGUNTUNGKAN KARENA LEBIH TAHAN PENYAKIT DAN LEBIH CEPAT PANEN
Nila yang Mulai �Rajai� Lampung
Hanya dalam kurun waktu 10 tahun sejak disosialisasikan, budidaya ikan nila berkembang pesat di Kabupaten Lampung Barat-Lampung, khususnya di Kecamatan Sumberjaya. Pembudidaya yang sebelumnya membesarkan ikan mas beralih ke ikan nila.

“Awalnya kami ragu, takut tidak laku karena masyarakat lebih suka ikan mas dibandingkan jenis ikan lainnya,” kenang pembudidaya senior Banjir Haruni, warga Desa Sukapura, Kecamatan Sumberjaya. Namun setelah dicobanya bersama pembudidaya lainnya dan didukung pula oleh perusahaan pakan ikan, ternyata ikan bernama latin Oreochromis niloticus ini pertumbuhannya lebih cepat.

Dalam jangka waktu pemeliharaan selama 3,5 bulan sudah bisa dipanen ikan nila ukuran 4-5 ekor per kilogram (kg). Sementara jika membesarkan ikan mas, waktu pemeliharaan lebih lama dari waktu tersebut untuk mendapatkan ikan ukuran 4-5 ekor per kg.

Selain pembesaran, pembudidaya juga menggeluti pembenihan. Saat ini, usaha Banjir sudah berkembang pada areal kolam seluas 1,5 hektar (ha) yang terdiri dari kolam-kolam pembibitan, kolam induk dan pembesaran. Dari usaha pembesaran dan pembibitan, Banjir bisa membukukan keuntungan rata-rata Rp 25 – Rp 30 juta per bulan.

Untuk usaha pembibitan, saat ini pembudidaya berusia 62 tahun ini memiliki 20 paket indukan jenis Sultana dari Sukabumi. Satu paket terdiri dari 100 ekor pejantan dan 300 ekor betina. Dari 20 paket indukan tersebut, Banjir memproduksi benih nila ukuran 3-5 sentimeter (cm)  yang dijual Rp 150 per ekor, 5-7 cm dijual Rp300 per ekor dan 6-8 cm yang dijual dengan harga Rp 400 per ekor. Saat ini produksi bibit dari kolam pembibitan Banjir rata-rata 800 ribu ekor per bulan.


Jaga Suhu Air
Banjir yang mulai melakukan budidaya nila sekitar tahun 2008-2009 mengawali usahanya dengan dua kolam. “Dan karena waktu itu bibitnya masih susah maka saya melakukan pemijahan sendiri,” lanjutnya.

Untuk mempertahankan mutu bibit yang dihasilkan maka Banjir membatasi usia indukan dengan hanya memijahkan telur dari indukan berusia 8 bulan hingga 2 tahun . “Jika usianya sudah dua tahun, meski produksi telurnya masih banyak tapi tidak dijadikan indukan lagi karena mutu telurnya sudah menurun,” ungkap bapak dari 4 anak ini kepada Trobos Aqua di areal kolamnya, baru-baru ini.

Dalam setahun indukan mampu berproduksi 8 siklus. Seekor indukan mampu menghasilkan hingga sejuta ekor larva. Dalam upaya meningkatkan skala usaha pembibitannya, Banjir  membangun 7 kolam-kolam beton ukuran 2x7 m dengan kedalaman 60 cm yang mampu mendederkan 40 ribu ekor benih per kolam.
Dari pengalamannya selama ini, Banjir bersama pembudidaya lainnya tetap menjaga agar fluktuasi suhu air antara siang dengan malam tidak terlalu tajam. Sebab jika suhu air pada malam hari terlalu rendah maka ikan menjadi lemah sehingga mudah terserang penyakit yang berasal dari virus.

Untuk itulah, pada saat ikan masih kecil ketinggian air dijaga hingga 60 cm dan jika sudah dua bulan ke atas ketinggian air dinaikan menjadi 1 - 1,3 m. Selain itu kepadatan tebar juga diatur rendah hanya 10 - 15 ekor per meter persegi (m2) kolam. Lalu kolam pembesaran pun juga dibuat tidak terlalu besar, berkisar 20 kali 40 meter, dan yang paling luas 40x60 m.

Banjir bersama anggota kelompoknya terus belajar agar masyarakat menyenangi ikan nila. Bahkan untuk menghilangkan bau dan rasa tanah pada ikan nila sudah bisa diatasi dengan menggunakan pakan apung, meski kolamnya tetap kolam lantai dan dinding tanah. Lalu agar daging ikan nila lebih padat dan gurih maka diberi pakan pabrikan tanpa campuran dengan pakan lainnya.

Meski “full” pakan pabrik, Banjir dan kawan-kawannya masih mampu menekan rasio konversi pakan (FCR) hingga 1,2 dengan mengatrol laju sintasan (SR) 80 %. Artinya untuk memproduksi 1 ton ikan maka mereka menghabiskan 1,2 ton pakan. 

Kendala yang dialami pembudidaya dalam membesarkan dan membibitkan ikan nila, adalah soal kualitas air. Terutama pada musim hujan air keruh dan berlumpur. Lalu soal penyakit, diakui Banjir, jarang sekali muncul. Meski tidak ada penyakit, namun biasanya produksi bibit dan ikan agak menurun selama Desember hingga Maret. Selama 4 bulan itu biasanya musim hujan/pancaroba sehingga produksi menurun.

Persiapan Kolam
Dalam menjalankan usaha, Banjir tidak mau maju sendiri, tapi ia mengajak pembudidaya lainnya untuk sama-sama berkembang dalam Kelompok Pembudidaya Ikan Rawa Kuning Jaya yang beranggotakan 12 orang. Sebanyak 6 orang di antaranya, selain membesarkan ikan nila juga melakukan usaha pembibitan.

Ahmad Rizki, anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Rawa Kuning Jaya, baru saja panen pada kolam berukuran 20 kali 30 meter yang sebelumnya ditebar 4 ribu ekor bibit. Setelah dibesarkan selama 4 bulan, ia panen ikan nila ukuran 4 ekor/kg. Pada panen parsial pertama dikeluarkan 1,2 ton dan pada panen terakhir dihasilkan 7 kuintal. Ikan tersebut dijual ke pedagang pengumpul seharga Rp 19 ribu per kg. Sementara pada kolam miliknya yang lain ia memanen 1,5 ton ikan.


Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua Edisi-72/15 Mei – 14 Juni 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar