Kamis, 30 Agustus 2018

POTENSI USAHA PEMBESARAN IKAN BAUNG DI LAMPUNG




Lampung Tengah (SL)-Potensi pengembangan ikan baung di Kabupaten Lampung Tengah cukup baik dan menjanjikan. Hal tersebut dikatakan Plt. Bupati Lampung Tengah Loekman saat meninjau panen ikan baung air tawar di kolam rowo Ireng, milik petani nelayan yang ada di Kecamatan Seputihbanyak.
“Ikan air tawar jenis baung memiliki nilai jual yang cukup tinggi, masyarakat harus bisa menangkap peluang ini, dengan memanfaatkan rawa atau saluran air yang ada disekitarnya,” kata Loekman, Jum’at (20/7/2018)
Diakui Loekman, meski pengembangan ikan baung agak rumit, namun sebanding dengan nilai jual dipasaran yang cukup tinggi. Ditambah lagi, dengan semakin bertambahnya rumah makan yang menyediakan menu pindang baung, tentu ini peluang yang sangat baik.
“Sekarang banyak rumah makan, yang menyediakan menu pindang baung, ini nantinya bisa diajak kerjasama dengan petani nelayan kita, agar para pemilik rumah makan cukup membeli ikan baung di Lampung Tengah,” ujarnya optimis.
Sementara Kadis Perikanan Lamteng, Kuswadi Swardi mengatakan, sejak beberapa tahun lalu, Lampung Tengah telah menjadi salah satu produsen ikan air tawar terbesar di Lampung. Namun untuk ikan jenis baung masih langka, sementara permintaan pasar sangat tinggi.
Kedepan, untuk memenuhi permintaan pasar, Dinas Perikanan Lamteng, akan mengadakan pelatihan tata cara budidaya ikan air tawar jenis baung. Saat ini, harga jual ikan jenis ini dipasaran antara Rp45-60 ribu/Kg.
Ikan baung ini akan kita budidayakan secara baik, saat ini sudah ada 12 kelompok tani nelayan, yang siap membudidayakan ikan jenis baung, mereka tersebar di wilayah Trimurjo, Simpangagung,”tukasnya (Ersyan)
 40 kali dilihat, 2 kali dilihat hari ini
Sumber https://sinarlampung.com/potensi-pengembangan-ikan-baung-cukup-baik-dan-menjanjikan-di-lampung-tengah/

Pengaruh Suhu Pada Budidaya Ikan


Budidaya ikan air tawar tidak akan lepas dari pengaruh suhu, jika budidaya ikan dilakukan pada suhu yang tidak tepat maka hasil yang didapatkan dari budidaya ikan tersebut kurang maksimal.

Apa peranan temperatur air terhadap ikan ?
o    Meningkatkan atau menurunkan Laju metabolik (pertumbuhan)
o    Mempengaruhi Pemijahan & penetasan telur
o    Di hatchery, temp. air yang terlalu tinggi atau terlalu rendah menyebabkan stress, menyebabkan ikan lebih rentan terhadap serangan penyakit.
o    Temperatur memainkan peranan penting didalam proses-proses penyakit infeksius.
o    Sebag. besar senyawa kimia lebih mudah larut dengan meningkatnya temperatur, sebaliknya O2 dan CO2 menjadi kurang larut.
Apa pengaruh meningkatnya temperatur air terhadap kesehatan ikan?
o    meningkatkan toksisitas dari kontaminan-kontaminan terlarut,
o    mendukung perkembangan dan tingkat serangan patogen ikan,
o    konsentrasi O2 terlarut menurun,
o    konsumsi O2 meningkat, dengan meningkatnya temperatur tubuh dan laju metabolik ikan.
o    respon kekebalan tubuh ikan meningkat.
Apa pengaruh temperatur air yang rendah terhadap ikan?
o    temperatur tubuh ikan menurun,
o    menekan respon kekebalan ikan
o    nafsu makan, aktivitas dan pertumbuhan menurun.
Di lapangan, faktor apa yang berperan untuk ikan toleran terhadap perubahan temperatur air?
o    genetik
o    lama waktu aklimasi,
o    konsentrasi DO, dan
o    terhadap jumlah dan macam ion-ion yang terlarut dalam air media.
Jika temperatur air dinaikkan dari 0° ke 26° C, apa yang terjadi pada ikan?
o    Laju metabolisme meningkat, sehingga konsumsi O2 juga meningkat.
o    Namun dipihak lain, kandungan O2 menurun, karena kelarutan O2 dalam air juga menurun.
o    O2 darah menurun dan transport oksigen ke jaringan menjadi rendah.
o    Kemampuan untuk mempertahankan cadangan energi (kandungan lemak seluruh tubuh) menurun.
o    Konsentrasi elektrolit serum darah juga menurun, dan
o    Kegagalan osmoregulasi yang menyebabkan kematian ikan.
Bagaimana cara melindungi ikan air tawar dari temperatur air yang tinggi?
o    Salah satunya dengan menambahkan Ion sodium (Na), Mg (magnesium) dan Ca (kalsium) ke dalam air.
Bagaimana mekanisme kematian ikan akibat rendahnya temperatur air ?
Kematian ikan dikarenakan temperatur air rendah mungkin melibatkan mekanisme fisiologi yang serupa dengan kematian ikan karena temperatur tinggi. Untuk contoh, tilapia menunjukan beberapa tanda-tanda klinis dari distress ketika temperatur air secara perlahan diturunkan dibawah kisaran temperatur optimum mereka (< 20° C).

o    Pada suhu air sekitar 18° C, tingkahlaku reproduksi mulai dipengaruhi.
o    Pemangsaan dan pertumbuhan menghilang secara perlahan pada suhu air sekitar 15° C
o    Ikan menjadi tidak aktif dan kehilangan orientasi.
o    Dibawah 10° C, tilapia menderita comatose, secara umum diistilahkan dengan chill coma.
o    Selama chill coma, protein total serum, konsentrasi ion Na & Cl, dan tekanan osmotik plasma terus menerus menurun.
o    Kematian terjadi dikarenakan kegagalan ginjal dan osmoregulasi.
o    Kelangsungan hidup ikan tilapia di air dingin dapat sedikit diperbaiki dengan menambahkan elektrolit ke dalam air atau
o    Dengan menempatkan tilapia pada air laut yang diencerkan sampai salinitas 5 – 10 ppt.
o    Temperatur mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan (respirasi, feeding, dan pencernaan).

Sumber  http://www.bibitikan.net/pengaruh-suhu-pada-budidaya-ikan/

Jumat, 10 Agustus 2018

PENGGUNAAN OBAT


PENGGUNAAN OBAT

Jika penggunaan antibiotik dilakukan secara berlebihan terus-menerus akan berdampak pada resistance-nya bakteri juga tubuh ikan


Tidak bisa dipungkiri, isu ikan konsumsi global masa kini tak jauh dari kualitas ikan itu sendiri. Dan, jaminan kualitas ikan yang dikonsumsi lokal maupun dunia, haruslah terbebas dari penyakit. “Keamanan pangannya juga terjamin, yang dalam hal ini bebas dari kandungan berbahaya, juga harus sudah tersertifikasi agar mudah dilakukan ketelusuran, jika dikemudian hari terjadi hal yang kurang baik,” jelas Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi-Jawa Barat (Jabar), Supriyadi.

Ia menjelaskan, ada contoh yang menjadi suatu peringatan terhadap perikanan budidaya dari data yang dikeluarkan Tim Komisi Kesehatan Ikan dan Lingkungan Tahun 2014. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa dalam budidaya perikanan yang dibagi ke dalam tiga sektor yaitu budidaya air tawar, payau, dan laut mengalami kerugian yang sangat besar.

“Estimasi kerugian finansial per tahun akibat penyakit ikan pada budidaya air tawar sebesar Rp 672,5 miliar, budidaya air payau Rp 3,9 triliun dan budidaya air laut Rp 700 miliar. Angka-angka tersebut merupakan nilai potensial pendapatan para pembudidaya. Padahal, jika tidak terjadi kerugian maka akan berdampak baik pada perekonomian dalam negeri,” ungkap Supriyadi dalam pelatihan mengenai penanganan hama dan penyakit di Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU) Patok Beusi, Subang-Jabar beberapa waktu lalu.


Regulasi 
Supriyadi mengingatkan, kualitas ikan yang dikonsumsi ini sangat tergantung dari hulunya, alias dari sisi pembudidayaannya. Untuk itulah, menurut Supriyadi, betapa pentingnya para pembudidaya mengetahui cara berbudidaya ikan yang baik, dan juga pencegahan serta penanggulangan penyakit.

Ia lanjut menjelaskan, di samping dari sisi pembudidaya, pemerintah juga berperan dalam menjaga kualitas ikan. “Misalnya, pemerintah mengatur penggunaan obat-obatan apa saja yang baik digunakan sehingga tidak mengganggu ekosistem lingkungan budidaya,” terang Supriyadi.

Lanjutnya, terdapat banyak sekali obat-obatan baik yang diproduksi secara home industry (rumahan) sampai ke level pabrikan. Semuanya harus tersertifikasi oleh pemerintah dan merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 52/KEPMEN-KP/2014 tentang klasifikasi obat ikan. Dalam Kepmen tersebut diatur juga larangan pemberian obat-obatan ikan yang sekiranya bisa residu di dalam daging ikan juga dapat merusak lingkungan.

“Di lapangan, pembudidaya juga harus cermat dalam menggunakan obat-obatan. Cara mudahnya jika kemasan obat ikan tersebut sudah ada nomor registrasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maka akan ada kodenya seperti KKP-RI. No. sekian-sekian. Maka obat ikan atau udang tersebut sudah disertifikasi oleh pemerintah, namun tetap memperhatikan dosis penggunaannya,” jelas Supriyadi.

Supriyadi juga menyampaikan, dimana penggunaan obat-obat ikan harus tepat guna dan tepat dosis. Lebih rinci Supriyadi menjelaskan, terdapat beberapa obat keras yang diizinkan oleh pemerintah namun tetap harus memakai aturan dosis yang tepat, seperti Methylene blue, Basic Bright Green Oxalate, Acriflavine. “Semua obat-obatan yang diizinkan oleh pemerintah seharusnya menjadi acuan para pembudidaya, semua dapat dilihat di KEPMEN-KP No.52/KEPMEN-KP/2014,” tuturnya.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Bandung, Deddy Arief Hendriyanto menyampaikan hal senada dengan Supriyadi. Penggunaan obat-obatan dikalangan para pembudidaya, imbuhnya, harus diperhatikan.


Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua Edisi-74/15 Juli – 14 Agustus 2018


BUDIDAYA IKAN GABUS


BUMINNYA. NAMUN SAAT INI PASOKANNYA MASIH TERBATAS

Prospek Bagus Budidaya Gabus
Ikan predator yang sebelumnya dicap sebagai hama pada kolam-kolam budidaya, terutama kolam tanah ini, kini mulai dilirik menjadi salah satu komoditas budidaya. Predator tersebut tak lain adalah ikan gabus. Beberapa daerah memiliki preferensi menjadikan ikan tersebut sebagai ikan konsumsi. Ada juga yang menjualnya secara eceran di pinggir-pinggir jalan seperti di daerah Parung, Bogor.

Ikan gabus masih sedikit asing didengar sebagai komoditas budidaya. Faktanya di lapangan juga masih sangat sedikit pembudidaya yang menjadikan gabus sebagai komoditas peliharaan. TROBOS Aqua berhasil menemui salah satu pembudidaya yang memelihara ikan gabus untuk tujuan komersil yakni Manajer Produksi bidang perikanan PT Inagro, Budi Hartono.

Menurut pengamatannya, ikan gabus memiliki prospek yang cukup bagus. Pasalnya masih sangat jarang pembudidaya yang mau secara serius menjadikan gabus sebagai komoditas budidaya. Padahal saat ini permintaannya sudah mulai ada. Tidak hanya untuk konsumsi, bahkan kandungan albumin yang tinggi membuat ikan ini dilirik juga oleh stakeholder farmasi untuk dijadikan sumber/bahan baku obat bagi pasien yang baru selesai menjalankan operasi. “Albumin gabus itu hampir 70 persen,” Jelas Budi.

Tetapi beragam potensi pemanfaatan ikan gabus ini belum ditunjang oleh kontinuitas pasokannya. Ikan-ikan gabus konsumsi yang dijual eceran pun masih kebanyakan hasil tangkapan dari alam. Sehingga hal tersebut membuat Budi berani untuk mencoba membudidayakan gabus. Ia bahkan belajar langsung dari Thailand yang telah berhasil mengembangkan ikan tersebut dengan baik.


Segmentasi Produksi
Budi banyak mengadopsi sistem budidaya yang sudah diterapkan di Thailand dengan tetap melakukan perbaikan pada bagian-bagian yang masih dinilai kurang. “Saya terapin di sini, tapi banyak yang saya ubah, karena di sana masih ada kekurangan,” ujarnya.

Budi membagi segmentasi produksi ikan gabus sekurang-kurangnya menjadi 3 bagian. Pertama, pemijahan dan penetasan telur hingga usia sekitar 2 minggu dengan ukuran 1 inci. Pada segmen ini pemeliharaan dilakukan dalam farm yang tertutup. Segmen kedua adalah pendederan dari ukuran 1 inch hingga ukuran 2 - 3 inci. Segmen ini dilakukan dalam kolam terpal terbuka. Segmen terakhir adalah pembesaran selama kurang lebih 8 bulan dari 3 inch lebih hingga ukuran konsumsi.

Pada tahap pemijahannya, Budi menggunakan dua metode berbeda, alami dan semi alami. Pemijahan alami dilakukan dalam sebuah bak di mana beberapa pasang induk disatukan tanpa ada perlakuan lainnya. Sementara pemijahan semi alami menggunakan penyuntikan hormon untuk merangsang pematangan gonad dan pemijahan. “Itu ada yang saya suntik. Ada yang saya masalin. Misal kolam ini saya kasih 10 pasang” ujar pria yang sering mengadakan pelatihan budidaya gabus di lokasinya itu.

Untuk menjalankan budidaya dalam skala usaha, kata Budi, pembudidaya bisa mengambil pilihan antara segmen pendederan dan pembesaran. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dari usaha menghasilkan benih (pendederan) sendiri memiliki waktu yang relatif lebih singkat, tetapi teknis pemeliharaannya sendiri cukup berisiko. Karena seperti ikan pada umumnya, stadia benih merupakan stadia yang riskan kematian.

Terlebih gabus ini mirip dengan ikan lele yang memiliki organ pernapasan tambahan. Proses pembentukan organ tersebut terjadi pada stadia benih. Menurut Budi, proses tersebut diduga sebagai penyebab benih gabus rentan mati karena kondisnya yang belum stabil. “Kalu lingkungan tidak mendukung, di situ lah bisa drop,” ujar Budi.
 


Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua Edisi-70/15 Maret – 14 April 2018


USAHA IKAN NILA


ALIH USAHA DARI MAS KE NILA DINILAI MENGUNTUNGKAN KARENA LEBIH TAHAN PENYAKIT DAN LEBIH CEPAT PANEN
Nila yang Mulai �Rajai� Lampung
Hanya dalam kurun waktu 10 tahun sejak disosialisasikan, budidaya ikan nila berkembang pesat di Kabupaten Lampung Barat-Lampung, khususnya di Kecamatan Sumberjaya. Pembudidaya yang sebelumnya membesarkan ikan mas beralih ke ikan nila.

“Awalnya kami ragu, takut tidak laku karena masyarakat lebih suka ikan mas dibandingkan jenis ikan lainnya,” kenang pembudidaya senior Banjir Haruni, warga Desa Sukapura, Kecamatan Sumberjaya. Namun setelah dicobanya bersama pembudidaya lainnya dan didukung pula oleh perusahaan pakan ikan, ternyata ikan bernama latin Oreochromis niloticus ini pertumbuhannya lebih cepat.

Dalam jangka waktu pemeliharaan selama 3,5 bulan sudah bisa dipanen ikan nila ukuran 4-5 ekor per kilogram (kg). Sementara jika membesarkan ikan mas, waktu pemeliharaan lebih lama dari waktu tersebut untuk mendapatkan ikan ukuran 4-5 ekor per kg.

Selain pembesaran, pembudidaya juga menggeluti pembenihan. Saat ini, usaha Banjir sudah berkembang pada areal kolam seluas 1,5 hektar (ha) yang terdiri dari kolam-kolam pembibitan, kolam induk dan pembesaran. Dari usaha pembesaran dan pembibitan, Banjir bisa membukukan keuntungan rata-rata Rp 25 – Rp 30 juta per bulan.

Untuk usaha pembibitan, saat ini pembudidaya berusia 62 tahun ini memiliki 20 paket indukan jenis Sultana dari Sukabumi. Satu paket terdiri dari 100 ekor pejantan dan 300 ekor betina. Dari 20 paket indukan tersebut, Banjir memproduksi benih nila ukuran 3-5 sentimeter (cm)  yang dijual Rp 150 per ekor, 5-7 cm dijual Rp300 per ekor dan 6-8 cm yang dijual dengan harga Rp 400 per ekor. Saat ini produksi bibit dari kolam pembibitan Banjir rata-rata 800 ribu ekor per bulan.


Jaga Suhu Air
Banjir yang mulai melakukan budidaya nila sekitar tahun 2008-2009 mengawali usahanya dengan dua kolam. “Dan karena waktu itu bibitnya masih susah maka saya melakukan pemijahan sendiri,” lanjutnya.

Untuk mempertahankan mutu bibit yang dihasilkan maka Banjir membatasi usia indukan dengan hanya memijahkan telur dari indukan berusia 8 bulan hingga 2 tahun . “Jika usianya sudah dua tahun, meski produksi telurnya masih banyak tapi tidak dijadikan indukan lagi karena mutu telurnya sudah menurun,” ungkap bapak dari 4 anak ini kepada Trobos Aqua di areal kolamnya, baru-baru ini.

Dalam setahun indukan mampu berproduksi 8 siklus. Seekor indukan mampu menghasilkan hingga sejuta ekor larva. Dalam upaya meningkatkan skala usaha pembibitannya, Banjir  membangun 7 kolam-kolam beton ukuran 2x7 m dengan kedalaman 60 cm yang mampu mendederkan 40 ribu ekor benih per kolam.
Dari pengalamannya selama ini, Banjir bersama pembudidaya lainnya tetap menjaga agar fluktuasi suhu air antara siang dengan malam tidak terlalu tajam. Sebab jika suhu air pada malam hari terlalu rendah maka ikan menjadi lemah sehingga mudah terserang penyakit yang berasal dari virus.

Untuk itulah, pada saat ikan masih kecil ketinggian air dijaga hingga 60 cm dan jika sudah dua bulan ke atas ketinggian air dinaikan menjadi 1 - 1,3 m. Selain itu kepadatan tebar juga diatur rendah hanya 10 - 15 ekor per meter persegi (m2) kolam. Lalu kolam pembesaran pun juga dibuat tidak terlalu besar, berkisar 20 kali 40 meter, dan yang paling luas 40x60 m.

Banjir bersama anggota kelompoknya terus belajar agar masyarakat menyenangi ikan nila. Bahkan untuk menghilangkan bau dan rasa tanah pada ikan nila sudah bisa diatasi dengan menggunakan pakan apung, meski kolamnya tetap kolam lantai dan dinding tanah. Lalu agar daging ikan nila lebih padat dan gurih maka diberi pakan pabrikan tanpa campuran dengan pakan lainnya.

Meski “full” pakan pabrik, Banjir dan kawan-kawannya masih mampu menekan rasio konversi pakan (FCR) hingga 1,2 dengan mengatrol laju sintasan (SR) 80 %. Artinya untuk memproduksi 1 ton ikan maka mereka menghabiskan 1,2 ton pakan. 

Kendala yang dialami pembudidaya dalam membesarkan dan membibitkan ikan nila, adalah soal kualitas air. Terutama pada musim hujan air keruh dan berlumpur. Lalu soal penyakit, diakui Banjir, jarang sekali muncul. Meski tidak ada penyakit, namun biasanya produksi bibit dan ikan agak menurun selama Desember hingga Maret. Selama 4 bulan itu biasanya musim hujan/pancaroba sehingga produksi menurun.

Persiapan Kolam
Dalam menjalankan usaha, Banjir tidak mau maju sendiri, tapi ia mengajak pembudidaya lainnya untuk sama-sama berkembang dalam Kelompok Pembudidaya Ikan Rawa Kuning Jaya yang beranggotakan 12 orang. Sebanyak 6 orang di antaranya, selain membesarkan ikan nila juga melakukan usaha pembibitan.

Ahmad Rizki, anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Rawa Kuning Jaya, baru saja panen pada kolam berukuran 20 kali 30 meter yang sebelumnya ditebar 4 ribu ekor bibit. Setelah dibesarkan selama 4 bulan, ia panen ikan nila ukuran 4 ekor/kg. Pada panen parsial pertama dikeluarkan 1,2 ton dan pada panen terakhir dihasilkan 7 kuintal. Ikan tersebut dijual ke pedagang pengumpul seharga Rp 19 ribu per kg. Sementara pada kolam miliknya yang lain ia memanen 1,5 ton ikan.


Selengkapnya baca di majalah TROBOS Aqua Edisi-72/15 Mei – 14 Juni 2018

Nila Bioflok


KKP KEMBANGKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA BARU, SISTEM BIOFLOK UNTUK IKAN NILA
Setelah sebelumnya sukses mengembangkan teknologi budidaya sistem bioflok untuk ikan Lele, kini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) bekerjasama dengan peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menerapkan teknologi ramah lingkungan tersebut untuk ikan Nila.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam sambutannya saat launching Budidaya Ikan Nila Sistem Bioflok dan Sosialisasi Program Prioritas di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi (Rabu 18/4), menyampaikan bahwa penerapan dan pengembangan budidaya Nila sistem bioflok merupakan hasil inovasi tanpa henti yang terus dilakukan oleh DJPB terhadap teknologi yang efektif dan efisien termasuk dalam penggunaan sumberdaya air, lahan dan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim.
”fenomena perubahan iklim, penurunan kualitas lingkungan global, perkembangan dan ledakan jumlah penduduk merupakan tantangan dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan sehingga mau tidak mau harus diantisipasi, karena secara langsung akan berdampak pada penurunan suplai bahan pangan bagi masyarakat”ujarnya
“untuk itu, semua pelaku perikanan budidaya harus terus mengedepankan Iptek dalam pengelolaan usaha budidaya ikan yang berkelanjutan. Intinya dengan kondisi saat ini, produktivitas budidaya harus bisa dipacu dalam lahan terbatas dan dengan penggunaan sumberdaya air yang efisien”, lanjutnya.
Terkait pengembangan di masyarakat, Slamet menyampaikan bahwa sebagaimana untuk ikan lele yang saat ini sudah sangat populer, budidaya ikan Nila sistem bioflok juga akan didorong pengembangannya di pesantren-pesantren dan kelompok masyarakat lainnya serta di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan potensial.
“teknologi bioflok ini akan terus didorong agar diterapkan terhadap berbagai komoditas dan berbagai daerah sehingga menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, apalagi saat ini produk Nila di beberapa daerah menjadi sumber gizi yang digemari, bahkan seperti di papua dan Lombok dan NTB pada umumnya”, imbuh Slamet.
Seiring dengan penertiban keramba jaring apung (KJA) di perairan umum seperti danau, waduk dan lainnya, Slamet optimis bahwa teknologi ini dapat menjadi solusi bagi pembudidaya ikan yang selama ini mengandalkan perairan umum sebagai tempat berbudidaya ikan Nila sebagai komoditas utamanya, agar pindah ke daratan dan menerapkan teknologi bioflok.
Keunggulan Budidaya Nila Sistem Bioflok
Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Supriyadi menjelaskan bahwa penerapan teknologi sistem bioflok untuk ikan Nila tidak terlepas dari filosofi bahwa ikan ini secara alami merupakan ikan herbivora dan mampu mencerna flok yang tersusun atas berbagai mikroorganisme, yaitu bakteri, algae, zooplankton, fitoplankton, dan bahan organik sebagai bagian  sumber makanannya.
Sebagai informasi, ada beberapa keunggulan budidaya ikan Nila dengan sistem bioflok, yaitu: pertama, dapat meningkatkan kelangsungan hidup atau survival rate (SR) hingga lebih dari 90 % dan tanpa pergantian air.  Air hasil budidaya ikan nila dengan sistem bioflok tidak berbau, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar dan dapat disinergikan dengan budidaya tanaman misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan. Hal ini dikarenakan adanya mikroorganisme yang mampu mengurai limbah budidaya menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman.
Kedua, Feed Conversion Ratio (FCR) atau perbandingan antara berat pakan yang telah diberikan dalam satu siklus periode budidaya dengan berat total (biomass) yang dihasilkan pada ikan nila mampu mencapai angka 1,03, artinya  penggunaan pakan sangat efisien untuk menghasilkan 1 kg ikan Nila hanya membutuhkan 1,03 kg pakan. Jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam biasa FCRnya mencapai angka 1,5.
Ketiga, padat tebarnya pun mampu mencapai 100-150 ekor/m3 atau mencapai 10-15 kali lipat dibanding dengan pemeliharaan di kolam biasa yang hanya 10 ekor/m3.
Keempat, aplikasi sistem bioflok pada pembesaran ikan nila juga telah mampu meningkatkan produktivitas hingga 25 – 30 kg/m3 atau 12-15 kali lipat jika dibandingkan dengan di kolam biasa yaitu sebanyak 2 kg/m3.
Kelima, waktu pemeliharaan lebih singkat, dengan benih awal yang ditebar berukuran 8 – 10 cm, selama 3 bulan pemeliharaan, benih tersebut mampu tumbuh hingga ukuran 250 – 300 gram/ekor sedangkan untuk mencapai ukuran yang sama di kolam biasa membutuhkan waktu 4-6 bulan.
Keenam, Ikan Nila dari hasil budidaya sistem bioflok lebih gemuk sebagai hasil pencernaan makanan yang optimal. Komposisi daging atau karkasnya lebih banyak, juga kandungan air dalam dagingnya lebih sedikit.
Secara bisnis, budidaya ikan Nila juga sangat menguntungkan. Harganya cukup baik dan stabil di pasaran yaitu Rp. 22 ribu per kg.
Dalam pemeliharaan ikan Nila sistem bioflok yang perlu dijaga adalah kandungan oksigen yang larut di dalam air, karena oksigen disamping diperlukan ikan untuk pertumbuhan juga diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan kotoran atau sisa metabolisme di dalam air. Pada ikan nila, kadar oksigen terlarut (DO) di dalam media sebaiknya dipertahankan minimal 3 mg/L.
"Saya mengingatkan agar teknologi bioflok di masyarakat bisa dikawal oleh UPT-UPT dan para penyuluh agar tidak keliru menerapkannya, juga harus diterapkan secara benar sesuai kaidah-kaidah cara budidaya ikan yang baik seperti benihnya harus unggul, pakannya harus sesuai standar SNI, parameter kualitas air seperti oksigen juga harus tercukupi" pesan Slamet mengakhiri sambutannya.


Selasa, 31 Juli 2018

Nila SULTANA

Nila SULTANA

Nila Sultana merupakan varietas Ikan Nila Terbaru singkatan dari Seleksi Unggul Salabintana, ikan nila ini memiliki beberapa keunggulan dari nila-nila lainnya seperti daya tahan tubuh yang bagus, telurnya yang lebih banyak dan pertumbuhannya yang cukup cepat.
Ikan nila Sultana merupakan perkawinan silang dari 10 “strain” ikan nila yang ada di Indonesia
Nila Sultana dikembangkan Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi sejak 2001 lalu. Varietas nila ini mendapat pengakuan dari KKP dengan keluarnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.28/MEN/2012 tentang Pelepasan Ikan Nila Sultana pada 7 Juni 2012.
Dalam pembesaran ikan nila Sultana ini, sangat cocok dibudidayakan monoseks, yang tujuannya agar kandungan gizi dari pakan yang diberikan terserap seutuhnya kepada tubuh ikan tersebut, karena tidak digunakan untuk kawin. Selain itu ikan nila ini sangat cocok disilangkan dengan ikan nila gesit.
Hasil dari perkawinan tersebut menghasilkan benih ikan yang sangat baik dan pertumbuhannya lebih cepat sampai 40 persen, biasanya ikan nila di panen pada size 4 atau 1 kg berisi empat ikan nila selama tiga bulan, tetapi Nila Sultana untuk mencapai bobot tubuh tersebut hanya di bawah tiga bulan (Abduh Nurhidajat BBPBAT Sukabumi).
Dejeefish selaku Unit Pembenihan yang bersertifikat turut mengembangkan Nila Sultana, Nila SULTANA Betina di pasangkan dengan Nila GESIT menghasilkan anakan GMT (Genetic male Tilapia) dengan kualitas yang terbaik.
Adapun untuk harga benih Nila anakan GESIT dan SULTANA (GMT) kami sertakan dibawah ini  :
  • GMT Ukuran 1 – 2 cm Rp. 35
  • GMT Ukuran 2 – 3 cm Rp. 55
  • GMT Ukuran 3 – 5 cm Rp. 95
  • GMT Ukuran Larva Rp.15
sultana
sultana2
Sumber : https://dejeefish2.wordpress.com/2013/01/11/nila-sultana/