Senin, 29 Juni 2015

Mengenal Ikan Sepat



MENGENAL IKAN SEPAT
Sepat rawa, Trichogaster trichopterus dari Prembun, Tambak, Banyumas
Klasifikasi
Sepat rawa, Trichogaster trichopterus
dari Prembun, Tambak, Banyumas
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Upaordo:
Famili:
Upafamili:
Genus:
Trichogaster
Bloch & Schneider, 1801

Sepat adalah nama segolongan ikan air tawar yang termasuk ke dalam marga Trichogaster, anggota suku gurami (Osphronemidae). Di Indonesia, ikan ini lebih dikenal sebagai ikan konsumsi, meskipun beberapa jenisnya diperdagangkan sebagai ikan hias.

Ikan yang bertubuh pipih jorong, dengan moncong runcing dan mulut kecil. Sisik kecil-kecil, bersusun miring, dalam aneka ukuran. Gurat sisi sempurna, bentuk tabung yang kadang-kadang agak lengkung. Sirip punggung (dorsal) terletak jauh ke belakang, namun berakhir agak jauh di depan sirip ekor. Sirip perut (ventral) berubah bentuk; sepasang jari-jari lunak yang pertama berubah menjadi alat peraba yang menyerupai cambuk panjang sepanjang badan, ditambah dengan sepasang duri pendek dan beberapa pasang jumbai pendek yang tak seberapa terlihat. Sirip dubur (anal) memanjang mulai dari di bawah dada hingga pangkal ekor. Sirip dada (pectoral) kurang lebih meruncing, sementara sirip ekor sedikit membagi[1].

Taksonomi
Sepat semula digolongkan ke dalam suku Belontiidae, bersama cupang dan kerabatnya. Akan tetapi sekarang suku ini telah digabungkan ke dalam suku Osphronemidae, yang juga mencakup gurami dan sepat kerdil (Colisa).
Marga Trichogaster berkerabat dekat dengan marga Colisa; anggota kedua marga ini sama-sama memiliki sirip perut berupa cambuk. Namun marga Trichogaster memiliki sirip punggung yang relatif lebih pendek, dan individu dewasanya berukuran jauh lebih besar daripada Colisa.[2]
Sebagaimana kerabat-kerabat dekatnya, yakni tambakan, betok, gurami, dan cupang, sepat tergolong ke dalam anak bangsa Anabantoidei. Kelompok ini dicirikan oleh adanya organ labirin (labyrinth) di ruang insangnya, yang amat berguna untuk membantu menghirup oksigen langsung dari udara. Adanya labirin ini memungkinkan ikan-ikan tersebut hidup di tempat-tempat yang miskin oksigen seperti rawa-rawa, sawah dan lain-lain.[3]
Jenis-jenisnya
Baik FishBase maupun Integrated Taxonomic Information System (ITIS) mendaftar empat spesies berikut ke dalam genus Trichogaster[4] [5]:
Satu jenis lagi dalam daftar FishBase, Trichogaster chuna (Hamilton, 1822), dimasukkan ITIS ke dalam marga Colisa sebagai Colisa chuna.[4] [5]

Kegunaan
Ikan sepat memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama sebagai sumber protein di daerah pedesaan. Selain dijual dalam keadaan segar di pasar, ikan sepat kerap diawetkan dalam bentuk ikan asin, bekasam dan lain-lain, sehingga dapat dikirimkan ke tempat-tempat lain.
Beberapa daerah yang banyak menghasilkan ikan sepat olahan di antaranya adalah Jambi, terutama dari Kumpeh dan Kumpeh Ulu; Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.[6][7]
Karena kegunaannya itu, sepat, terutama dari jenis T. pectoralis dan T. trichopterus, banyak diintroduksi ke mana-mana sebagai ikan konsumsi. Dan sebagai akibat kemampuan adaptasinya yang tinggi, ikan-ikan itu segera meliar dan berbiak di perairan bebas. Introduksi T. pectoralis ke Danau Tempe di Sulawesi tahun 1937 sedemikian berhasilnya, sehingga dua tahun kemudian ikan ini telah mendominasi 70% hasil ikan Danau Tempe[8].

Sumber : http://wikipedia.co.id

Belut Besar Tanpa Lumpur

Belut-belut itu sengaja dibesarkan di media tidak lazim: hanya air, bukan campuran lumpur, jerami, dan kompos. Sang peneliti, Ir Ign Hardaningsih MSi, ingin meneliti pertumbuhan belut yang dipelihara di media air. Ia menebar 30 Monopterus albus di akuarium. Air berasal dari sumur ber pH netral, 7.

Agar tidak stres saat dipindah ke media air, belut diadaptasikan terlebih dulu. Caranya, Hardaningsih memuasakan belut-belut itu selama 2 pekan. ‘Setelah dipuasakan, baru diberi pakan berupa burayak ikan dan ikan kecil lain,’ ujarnya. Cacing tanah sebetulnya bisa diberikan, tapi harganya relatif mahal. Lumbricus itu mencapai Rp25.000/kg.

Selain pakan, ketua Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada itu mengganti air sebulan sekali. Suhu ruangan laboratorium diatur pada kisaran 26 – 28oC. ‘Suhu agak hangat karena belut biasa hidup di sawah yang penuh bahan organik terdekomposisi,’ kata dosen pemuliaan ikan, reproduksi, dan genetika dasar itu. Dekomposisi itu membuat suhu media meningkat. Nah, setelah 4 bulan dipelihara di akuarium, belut-belut itu tumbuh hingga seukuran jempol orang dewasa dan tidak ada satu pun yang mati.
Penyakit
Tak hanya Hardaningsih, beberapa peternak sebetulnya sudah berupaya membesarkan belut di air. Budi Kuncoro Spi misalnya, mencoba membesarkan belut di bak plastik berisi air bersih. Tak tanggungtanggung, peternak di Semarang, Jawa Tengah, itu melakukannya dalam 7 bak berukuran 1 m x 3 m sekaligus. Masing-masing bak diisi 15 kg bibit belut berukuran 120 ekor/kg.
Sama seperti Hardaningsih, Budi juga memberikan pakan berupa ikan-ikan kecil. Namun, awalnya belut-belut itu tidak mau menyantapnya. ‘Mungkin karena stres akibat perubahan media,’ ujar ketua Gabungan Orang Belut Semarang (GOBES) itu. Apalagi, fluktuasi suhu air di dalam bak cukup tajam, siang mencapai 29oC dan malam turun hingga 24oC.
Belut pun terlihat stres saat Budi melintasi tepian bak. ‘Belut-belut itu seperti tersentak dan bergerak bersama-sama,’ katanya. Dampaknya, dalam waktu kurang dari sepekan, banyak dijumpai belut mati. ‘Di tubuhnya seperti ada bercak-bercak merah,’ kata alumnus Universitas Diponegoro itu. Ia pun mengambil inisiatif menambahkan heater pada bak pembesaran. Tujuannya agar suhu bisa dijaga stabil, sehingga mengurangi stres belut.
Itu cukup berefek. Beberapa belut mulai mau menyantap pakan hidup yang diberikan. Sayang, tindakan itu terlambat dilakukan. Penyakit bercak-bercak merah keburu menjalar ke belut-belut lain. ‘Ujungnya, semua belut itu mati dalam waktu 3 minggu,’ kenang Budi. Ia menduga penyakit itu disebabkan serangan bakteri aeromonas.
Belut rawa
Berbeda dengan 2 pendahulunya, M Fajar Junariyata MKom membesarkan belut di bak air bersih, memakai bibit belut rawa Monopterus sp. Alasannya, ‘Belut rawa lebih tahan dengan media air,’ kata penjual bibit belut di Sentul, Bogor, Jawa Barat, itu. Cukup masuk akal karena habitat belut rawa didominasi air.
Fajar menggunakan 2 bak berukuran 1.000 liter yang masing-masing dibelah 2. Pertengahan Januari 2009 Fajar membenamkan 25 kg belut rawa berukuran 30 ekor/kg pada tiap bak yang berisi air 1 jengkal. Air itu diganti 100% setiap hari. Pakan yang diberikan terdiri dari ikan kecil, cacing tanah, dan pelet ikan berukuran kecil. Pemeliharaan selama 3 bulan menunjukkan hasil memuaskan. Ukuran belut menjadi 15 ekor/kg. Sayang beberapa belut terserang bercak merah sehingga tiap hari selalu ditemukan 2 – 3 ekor mati.
Ketika Trubus bertandang ke rumah pendiri Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Baitul Ilmi itu pada pertengahan Mei 2009, ada 2 bak belut yang belum dipanen. Pada tiap bak terdapat sekitar 3 kg belut berbobot rata-rata 10 ekor/kg. ‘Sebagian yang lain sudah laku dijual,’ kata Fajar yang menaksir total produksi belut dari 4 bak itu sekitar 2 kuintal.
Mudah dicek
Menurut Ade Sunarma MSi, periset di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat, belut berpotensi dikembangkan di media air. ‘Dengan media air, tingkat kematian dan pertumbuhan belut gampang dicek,’ ujar Ade. Dalam budidaya konvensional, peternak mesti membongkar media untuk mengecek.
Media air itu juga mengurangi dampak negatif teritorialisme. ‘Pada media lumpur belut menerapakan teritorialisme – penguasaan wilayah’ kata Hardaningsih. Jika ada belut lain yang masuk teritori, pemilik teritori tak segan-segan membunuh penyusup yang mendatangi lubangnya. ‘Saya sering menemukan belut yang dipelihara di media lumpur tak berkepala. Lehernya putus bekas digigit,’ ujar Fajar. Di 4 bak pembesaran belut yang menggunakan air bersih, tak pernah dijumpai hal semacam itu.
Meski media tanpa lumpur banyak keunggulan, tapi stres dan penyakit masih menghantui peternak. Untuk itulah Hardaningsih menyarankan agar menjaga stabilitas suhu air dan adaptasikan bibit sebelum ditebar. Dengan cara itu belut-belut penelitiannya tidak stres kendati banyak orang lalu-lalang dan mengambil gambarnya. Sementara untuk pertumbuhan yang relatif lambat, dapat diatasi dengan mengatur padat penebaran dan pemberian pakan yang cukup.
Soal ukuran bibit yang layak tebar, para peternak dan peneliti sepakat: makin besar bibit, makin tahan hidup di dalam media air. Ukuran bibit optimal? Belum ada penelitian. Toh kenyataan belut dapat hidup dan tumbuh besar tanpa media lumpur menunjukkan budidaya belut sudah selangkah lebih maju.
sumber : trubus online

Mempersiapkan Pembesaran Belut Di Air Bersih



Mempersiapkan Pembesaran
Langkah Awal
Langkah awal untuk melakukan usaha budidaya belut di air bersih adalah memelihara pakan, dalam melakukan usaha budidaya belut,jika kita tidak ingin mengalami kendala terutama masalah pakan dan kita juga akan bisa mengurangi biaya operasional usaha ini, lakukanlah langkah awal ini yaitu 3 atau 4 bulan memelihara pakannya terlebih dahulu sebelum kita menebar bibit belut. Karena selama ini kendala dari para pembudidaya belut baik yang menggunakan media lumpur maupun media air bersih adalah pada pemberian pakan yang tidak menentu karena mereka sebelumnya tidak mempersiapkan pakannya terlebih dahuludan hingga kini pakan yang paling disukai belut adalah pakan dari alam, walaupun sudah ada pembudidaya belut dalam pemberian pakannya menggunakan jenis pelet, namun setelah dihitung-hitung hasil analisa usahanya masih sangat minim,padahal dalam setiap usaha tentunya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih, bukan malah membuang-buang duit atau tenaga kita kan???

Banyak pembudidaya belut yang masih meremehkan hal ini dan akhirnya mereka yang akan kerepotan sendiri karena setiap hari harus mencari pakan buat belut kalau tidak, mereka harus membeli pakannya, sehingga untuk biaya operasionalnya akan semakin membengkak untuk pembelian pakan. Dengan kita memelihara pakan terlebih dahulu insyaALLOH akan mudah menghitung jumlah panen dan analisa usahanya.

Persyaratan Lokasi
Secara klimatologis belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan geografis yang spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada di dataran rendah sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan curah hujan tidak ada batasan yang spesifik.
Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kondisi kolam tidak beracun.
Suhu udara/temperatur optimal untuk pertumbuhan belut yaitu berkisar antara 25-28 derajat C.
Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan osigen terutama untuk bibit/benih yang masih kecil.
Belut adalah binatang air yang selalu mengeluarkan lendir dari tubuhnya sebagai mekanisme perlindungan tubuhnya yang sensitif. Lendir yang keluar dari tubuh belut cukup banyak sehingga lama kelamaan bisa mempengaruhi derajad keasaman (pH) air tempat hidupnya. pH air yang dapat diterima oleh belut rata-rata maksimal 7. Jika pH dalam air tempat pembesaran telah melebihi ambang batas toleransi, air harus dinetralkan, dengan cara menggati ataupun mensirkulasikan airnya. Dengan demikian, kolam/tempat pembesaran harus dilengkapi dengan peralatan yang memungkinkan untuk penggantian atau sirkulasi air.

Ada beberapa macam tempat yang dapat digunakan untuk untuk budidaya belut di air bersih (air bening) tanpa lumpur di antaranya: kolam permanen (bak semen), bak plastik, tong (drum).
Dalam Budidaya Belut dengan menggunakan media lumpur dalam wadah/tempat dan ruangan 5X5 meter, hanya bisa dibuat untuk 1 kolam saja berbeda dengan Budidaya belut diair bersih dengan wadah dan Ruangan 5X5 meter, bisa dikembangkanya 3 Kali lipat dari wadah budidaya itu sendiri, karena dalam budidaya air bersih kita hanya memerlukan ketinggian air 30 Cm, maka tempat budiaya kita bisa tingkat menjadi 3 susun atau 3 apartemen.

Sumber : http://www.hobbysatwa.blogspot.com

TEKNIK BUDIDAYA BELUT DI AIR TANPA LUMPUR



TEKNIK BUDIDAYA BELUT DI AIR TANPA LUMPUR

Belut biasanya dibudidayakan dalam kolam lumpur seperti dihabitat aslinya di sawah. Namun perkembangan penelitian budidaya belut menunnjukkan bahwa belut pun bisa di budidayakan tanpa lumpur, seperti yang dilakukan oleh peneliti dari UGM ini. 
Belut dicoba dibesarkan di media tidak lazim: hanya air, bukan campuran lumpur, jerami, dan kompos.Sang peneliti, Ir Ign Hardaningsih MSi, ingin meneliti pertumbuhan belut yang dipelihara di media air. Ia menebar 30 [I]Monopterus albus[/I] di akuarium. Air berasal dari sumur ber pH netral, 7. Agar tidak stres saat dipindah ke media air, belut diadaptasikan terlebih dulu. Caranya, Hardaningsih memuasakan belut-belut itu selama 2 pekan. “Setelah dipuasakan, baru diberi pakan berupa burayak ikan dan ikan kecil lain,” ujarnya. Cacing tanah sebetulnya bisa diberikan, tapi harganya relatif mahal. Lumbricus itu mencapai Rp25.000/kg.

Selain pakan, ketua Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada itu mengganti air sebulan sekali. Suhu ruangan laboratorium diatur pada kisaran 26—28oC. “Suhu agak hangat karena belut biasa hidup di sawah yang penuh bahan organik terdekomposisi,” katanya. Dekomposisi itu membuat suhu media meningkat. Nah, setelah 4 bulan dipelihara di akuarium, belut-belut itu tumbuh hingga seukuran jempol orang dewasa dan tidak ada satu pun yang mati.

Menurut Ade Sunarma MSi, periset di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat,belut berpotensi dikembangkan di media air. “Dengan media air, tingkat kematian dan pertumbuhan belut gampang dicek,” ujar Ade. Dalam budidaya konvensional, peternak mesti membongkar media untuk mengecek. Media air itu juga mengurangi dampak negatif teritorialisme. “Pada media lumpur belut menerapkan teritorialisme —penguasaan wilayah” kata Hardaningsih. Jika ada belut lain yang masuk teritori, pemilik teritori tak segan-segan membunuh penyusup yang mendatangi lubangnya.

Faktor-fator Utama Dalam Budidaya Belut Di Air Bersih
Beberapa Fator-faktor Utama Yang Harus Kita perhatikan Dalam Budidaya Belut Di Air Bersih
antara lain :
Air
Dalam Budidaya belut di air bersih, air adalah faktor utama yang sangat berpengaruh pada perkembangan belut. Jika air yang kita gunakan dalam budidaya belut tidak rutin di kontrol maka akan sangat mempengaruhi pada perkembangan belut kita.
Air yang bagaimana yang layak digunakan Budidaya belut air bersih? air yang layak digunakan dalam budidaya belut di air bersih adalah air yang jernih, memiliki suhu antara 25-28 derajat C, air yang tidak mengandung zat-zat kimia berbahaya. Air yang kurang layak/tidak bagus untuk budidaya belut di air bersih air PDAM karena banyak mengandung zat-zat kimia (kaporit), air yang langsung diambil dari sumur bur karena sangat minim kandungan oksigennya dan air limbah.

Usahakan dalam melakukan budidaya belut di air bersih, kolam harus ada sirkulasi air walau dengan debit yang sangat kecil (ada yang masuk dan ada yang keluar). Dengan adanya aliran air kedalam kolam budidaya maka akan menambah kandungan oksigen didalamnya sehingga sangat berpengaruh dalam untuk perkembangan serta pertumbuhan belut dan kita juga tidak terlalu repot untuk penggatian air. Jika kolam budidaya belut tidak ada sirkulasi air dan pembuangan, air akan cepat kotor/keruh, maka kita harus sering mengganti air paling tidak selama 2 atau 3 hari sekali, tentunya kita akan sangat kerepotan bukan? Jika air sudah kotor/keruh (warna kuning kecoklatan) air harus segera kita ganti. tapi beda dengan kotoran yang mengendap didasar kolam, walau didasar kolam sudah terdapat endapan tapi airnya masih jernih, air masih layak kita gunakan, asal endapannya tidak terlalu tebal.

Pakan
Pakan juga termasuk salah satu faktor yang sangat penting untuk perkembangan serta pertumbuhan belut. Berilah pakan secukup mungkin, usahakan jangan sampai kekurangan atau jangan berlebihan dan berilah pakan yang paling disukai belut, jika dalam pemberian pakan pada belut terlalu banyak bisa mengakibatkan air cepat kotor(karena sisa makanan) dan bisa mengakibatkan effek negatif pada belut, sehingga belut mudah sakit dan lama kelamaan bisa mengakibatkan kematian. Jika pemberian pakan pada belut kurang, maka bisa menimbulkan sifat kanibalisme pada belut kita dan kita juga akan rugi karena pertumbuhannya akan lama. Selama belut masih mau makan dengan pakan tersebut jangan beralih ke pakan yang lain secara total, kecuali belut mau makan dengan pakan yang kita berikan, jika belut tidak mau makan dengan pakan yang kita berikan, kembalilah kepakan yang sebelumnya.

Jenis-jenis pakan belut antara lain:
cacing lor, cacing merah, cacing lumbricus, ikan cere, ikan cithol, ikan guppy, anakan ikan mas, berudu (kecebong), lambung katak, keong mas/sawah, ulat hongkong dan masih banyak yang lainnya.
Bibit
Pemilihan bibit belut berkualitas adalah salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan budi daya belut. Umumnya bibit belut yang ada saat ini sebagian besar masih merupakan hasil tangkapan alam. Karena itu, teknik penangkapan bibit dari alam menentukan kualitas bibit. Bibit yang ditangkap dengan cara alami menggunakan perangkap, seperti bubu, merupakan bibit yang cukup baik karena tidak mengalami perlakuan yang menurunkan kualitasnya. Sebaliknya, bibit yang diperoleh dengan cara tidak baik seperti disetrum bukan termasuk bibit berkualitas. Pasalnya, bibit seperti ini pertumbuhannya tidak akan maksimal (kuntet). Lebih baik lagi jika bibit yang digunakan berasal dari hasil budidaya. Ukurannya akan lebih seragam dan jarang terserang penyakit seperti yang mungkin terjadi pada belut hasil tangkapan alam. Sayangnya, bibit belut hasil budidaya untuk saat ini masih sangat sedikit.
Kepadatan (Volume)
Kepadatan penebaran bibit dalam pembesaran jenis-jenis ikan sangatlah mempengaruhi pada perkembangan pertumbuhan dan tingkat kematian, misal, dalam pembesaran jenis-jenis ikan seperti lele,gurame, nila dll, kalau penebarannya terlalu padat, waktu pembesaran bisa terhambat walau pemberian pakan sudah sesuai dengan ukurannya dan juga bisa mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi.

Namun metode pembesaran Belut di media air bersih ini sangatlah berbeda dengan penebaran bibit jenis-jenis ikan yang lainnya, Kepadatan penebaran bibit belut sangat berperan penting pada pertumbuhan dan tingkat kematian. Kepadatan penebaran bibit belut untuk pertumbuhan, tergantung dalam proses pemberian pakan dan untuk tingkat kematian justru bisa meminimalkannya.

sumber : http://www.hobbysatwa.blogspot.com