Senin, 21 Oktober 2019

SUKSES PROGRAM PAKAN IKAN MANDIRI DI LAMPUNG


SUKSES PROGRAM PAKAN IKAN MANDIRI DI LAMPUNG
Lampung – Pakan mandiri semakin menjadi andalan pembudidaya ikan skala kecil, terbukti pemanfaatannya mampu memberikan nilai tambah keuntungan hingga 2 – 3 kali lipatnya, karena mampu menekan biaya produksi 30% hingga 50%. Disisi kualitas, pakan mandiri mampu bersaing dengan pakan pabrikan dengan harga yang lebih murah.

Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, saat temu lapang Gerpari (Gerakan Pakan Ikan Mandiri) Se-Provinsi Lampung di Desa Marga Agung Kec. Jati Agung, Lampung Selatan, Rabu (25/9).

“Pemanfaatan pakan mandiri terbukti menjadikan pembudidaya lebih berdaya dan ekonomi mereka akan semakin meningkat pula, sehingga program ini harus terus didorong di seluruh Indonesia”, tutur Slamet.

Menurut Slamet, setidaknya ada 7 (tujuh) langkah strategi untuk mencapai kemandirian pakan ikan nasional. Pertama, memastikan pakan mandiri diproduksi melalui prinsip-prinsip Cara Pembuatan Pakan Ikan yang Baik (CPPIB). Ini untuk memastikan kualitas pakan dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat pembudidaya ikan.

“Pakan mandiri ini harus memberikan nilai FCR (Food Convention Ratio) dibawah 1, lalu daya cerna nya tinggi sehingga meningkatkan efisiensi produksi budidaya. Harga pakan mandiri terjangkau namun berkualitas, kalau murah tapi FCR-nya tinggi maka biaya produksi juga akan semakin tinggi”, pungkasnya.

Selain itu, pakan yang diproduksi ini harus minim dampaknya ke lingkungan sekitarnya. “Pastikan pakan yang diproduksi rendah kandungan fospor, karena unsur ini akan menyebabkan blooming alga akan menyebabkan kesuburan perairan yang dapat membahayakan metabolisme ikan budidaya”, tegasnya.

Langkah kedua, mendorong penggunaan bahan baku alternatif berbasis lokal. “Penggunaan bahan baku lokal yang berpotensi artinya bahan ini tidak bersaing untuk peruntukan industri lain, tersedia sepanjang tahun dengan harga yang konstan serta yang paling utama kandungan gizinya tinggi”, ucap Slamet.

Ia mengakui jenis bahan baku lokal di Indonesia sangat beragam, namun informasi mengenai nilai nutrisi, anti nutrisi, ketersediaan dan rekomendasi penggunaan dalam pakan ikan masih sedikit. “Sudah banyak kelompok yang memproduksi pakan mandiri berbahan baku lokal, jadi mereka harus saling berbagi infomasi kepada kelompok lain sehingga akan memperbanyak referensi terkait bahan baku alternatif lokal”, bebernya.

Langkah ketiga ialah pendampingan bagi kelompok-kelompok pembudidaya ikan maupun kelompok pembuat pakan. “Melalui kegiatan penyuluhan pembudidaya ikan diajarkan cara pembuatan pakan skala rumah tangga mulai dari pemilhan bahan baku, memformulasikan pakan, proses pembuatan pakan hingga pengemasan dan penyimpanan pakan”, ujarnya.

Ia menyebutkan ada 15 Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Ditjen Perikanan Budidaya di seluruh Indonesia yang dapat dijadikan referensi atau tempat belajar bagaimana memproduksi pakan ikan mandiri.

Keempat terkait dengan kelembagaan. “Kedepannya, akan ada kelompok-kelompok khusus gerakan pakan ikan mandiri biar kelompok pembudidaya ikan fokus saja memproduksi ikan. Untuk kelompok pakan mandiri tugasnya memproduksi pakan mandiri mulai dari tahap pengadonan, pencetakan, pengeringan hingga pengemasan, sedangkan untuk penyedia, penyiapan bahan baku dan membuat formulasi pakan akan dilakukan kelompok formulasi pakan”, kata Slamet.

Slamet menambahkan untuk pengelolaan usaha pakan mandiri ini akan dibentuk koperasi khusus yang membantu dalam hal pengaturan keuangan. “Kelompok-kelompok ini akan menjadi wadah kerjasama antar anggota dan pihak lain untuk mencapai skala ekonomi dari segi kuantitas, kualitas, dan kontinuitasnya, serta mampu menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang mereka hadapi”, pungkasnya.

Lalu langkah kelima yaitu mempermudah proses registrasi pakan. “Kedepannya, tidak ditutup kemungkinan bahwa pakan-pakan mandiri akan dikomersilkan, sehingga jejaring pemasarannya juga akan bertambah, namun sebelum beredar pakan ini harus teregistrasi dan terdaftar sehingga dapat diterima di masyarakat”, tutur Slamet.

“Nantinya pelayanan izin peredaran pakan melalui Online Single Submission (OSS), dengan terintegrasinya secara elektronik diharapkan prosesnya lebih efisien, transparan dan akuntabel”, sebut Slamet.

Kemudian keenam, memperkuat kerjasama dengan berbagai pihak khususnya asosiasi pakan ikan. “Peran asosiasi disini, untuk membantu pengembangan bahan baku lokal untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku khususnya tepung ikan, kemudian pengembangan dan inovasi mesin pakan aplikatif yang mudah dioperasikn dan mudah perawatan”, ujar Slamet.

Terakhir, kata Slamet, perlu riset-riset dalam pengembangan pakan mandiri sehingga nantinya dapat diterapkan pada pembudidaya ikan.

Sebagai bukti keberhasilan pakan mandiri di Provinsi Lampung, Perhimpunan Kelompok Pembudidaya Ikan Mandiri Sentosa di Desa Marga Agung Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan berhasil memproduksi pakan ikan mandiri dengan memanfaatkan berbagai bahan baku lokal.

“Kami berhasil memproduksi 15 – 18 ton pakan ikan per bulan, sementara sebagian besar memang masih untuk mencukupi kebutuhan sendiri, sebagian lagi dijual untuk pembudidaya ikan di Lampung Selatan dengan harga Rp. 6 ribu – Rp. 7 ribu per kg”, Akhmad Komari, Ketua Kelompok Mandiri Sentosa.

Diakui juga oleh Suroto pengguna pakan mandiri buatan Kelompok Mandiri Sentosa bahwa kualitas pakan ini bisa menurunkan FCR. “Kalau dulu FCR 1:1,5 sekarang jadi 1:1. Sekarang bisa panen lele setiap 2 bulan sekali, jadi keuntunganya per musim bisa dua kali lipat”, terang Suroto.

Disamping itu, Kelompok Mandiri Sentosa bersama Tim Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Sumatera (ITERA) sedang mengembangkan tanaman legum atau dikenal dengan indigofera sebagi bahan baku alternatif peganti tepung ikan. Beberapa referensi menyebutkan, Indigofera mengandung protein sebesar 23 - 26%, selain itu kaya serat dan kalsium.

“Indigofera ini akan menjadi sumber pakan berkualitas tinggi dan paling penting tersedia sepanjang tahun jadi bisa didapatkan meskipun pada musim kemarau", tambah Akhmad.

Sukses serupa juga dialami pokdakan di Kabupaten Probolinggo. Ketua Berkah Siangon, Wahyudiono menyebutkan pokdakan-nya mampu memproduksi pakan ikan air tawar sebanyak 5 – 6 ton per bulan untuk mencukupi kebutuhan pakan bagi pembudidaya ikan di Kecamatan Sumberasih Probolinggo dan sekitarnya dengan 100% mengandalkan bahan baku lokal yang ada seperti ikan rucah, dedak padi, bungkil kopra, ampas kecap dan tepung biskuit.

Dengan pemanfaatan pakan mandiri produksi Berkah Siongan ini, terbukti daya cerna ikan lele menjadi lebih baik. Nilai FCR (konversi pemanfaatan pakan) lele dari 1,5 dengan memanfaatkan pakan pabrikan turun menjadi 1,2 dengan penggunaan pakan mandiri tersebut sehingga margin pembudidaya naik 50%, dulu keuntungan per kg nya hanya Rp. 4 ribu sekarang jadi Rp. 6 ribu.

Pokdakan Ngupono Mina di Sleman DI Yogjakarta juga merasakan manfaat dengan menggunakan pakan mandiri. Diakui oleh ketuanya Suharyanto, penggunaan pakan mandiri mampu meningkatkan pendapatannya hingga 50%. Pokdakan ini mampu memproduksi pakan mandiri 150 kg hingga 200 kg per hari, dari total tersebut 80% digunakan sendiri dan 20% dijual ke pembudidaya lain.
 djpb1    25 September 2019   Dilihat : 458

sumber : KKP, DJPB   https://kkp.go.id/djpb